Taqwa merupakan sebuah perwujudan dari pengabdian diri kepada Tuhan. Seseorang yang mengakui bahwa dirinya sebatas hamba ciptaan Allah yang wajib mengabdikan diri kepada-Nya secara totalitas maka ia akan patuh, tunduk, dan taat melaksanakan apa saja yang diperintahkan Allah kepadanya serta menjauhi apa saja yang dilarang.
Totalitas dalam mengabdikan diri kepada Sang Kholiq dapat dilakukan manakala seseorang itu telah mampu mengenal siapa Tuhannya. Dan untuk mengenal Tuhan, ia harus mengenal siapa dirinya. Ada sebuah postulat yang cukup terkenal dalam pemikiran Islam:
"man 'arafa nafsahu faqad 'arafa rabbahu"(Barangsiapa yang mengenal dirinya maka ia telah mengenal Tuhannya).
Bagaimana cara mengenal diri kita? Ada lima pertanyaan mendasar untuk mengenali jati diri kita, yaitu:
Siapa diri kita?
Di mana diri kita?
Apa tugas pokok kita?
Bagaimana cara melaksanakan tugas pokok kita?
Apa konsekuensi terkait pelaksanaan tugas pokok kita?
Apabila kita telah mampu menemukan jawaban dari kelima pertanyaan tersebut, maka kita akan memiliki kesadaran kooperatif (sadar diri, sadar posisi, dan sadar fungsi).
Kelima pertanyaan tersebut dapat ditemukan jawabannya di Al Quran sebagai hudan lin naas. Tepatnya, terdapat pada surat Al Fatihah. Surat yang ringkas namun mencakup dan mewakili seluruh nilai-nilai pokok yang ada dalam Al Quran.
Siapa diri kita?
Allah menjelaskan:
Bismillaahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillaahi rabbil 'aalamiin.
Islam mengajarkan agar memulai setiap pekerjaan dengan bismillah dan mengakhirinya dengan alhamdulillah. Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa bagi manusia ada hukum awal dan hukum akhir. Setiap yang berawal pasti akan berakhir. Setiap yang berakhir adalah akibat dari adanya awal.
Manusia berawal dari Allah, menghuni bumi Allah, dan akan berakhir kembali kepada Allah. Manusia dicipta dari tanah, berjalan di atas tanah, dan akan kembali menjadi tanah.
Ketika seseorang telah dimasukkan ke kubur maka keluarga yang mencintainya, sahabat yang setia, harta yang dimiliki, semua meninggalkan dirinya. Hanya lembaran kain putih yang membersamai. Bahkan, seiring berjalannya waktu, kain kafan, kulit, daging, sumsum, semua akan hancur dimakan cacing tanah. Tinggal tulang belulang yang tidak berharga. Maka, Rasulullah SAW menegaskan:
Innallaaha laa yandhuruu ilaa shuwaarikum wa laa ajsaamikum, walaakin yandhuruu ilaa quluubikum wa a'maalikum (Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan fisikmu tetapi Allah melihat hati dan amalmu).
Kita adalah ciptaan Allah yang dilahirkan ke dunia dalam kondisi telanjang, lemah tak berdaya, dan akan kembali kepada Allah dengan meninggalkan dunia yang pernah membersamainya.
Di mana diri kita?
Allah menjelaskan:
Arrahmanirrahiim. Maaliki yaumiddiin.
Kita berada dalam genggaman kasih sayang Allah. Tanpa kasih sayang Allah bagaimana mungkin kita bisa menghirup udara segar, memandang hijaunya hamparan padi di persawahan, dan menatap langit yang berhiaskan bulan dan bintang.
Mari kita bersyukur atas kasih sayang Allah ini dengan berupaya menebarkan kasih sayang kepada sesama makhluk Allah. Rasulullah SAW bersabda:
Irhamuu man fil ardhi, yarhamukum man fissamaa i. (Sayangilah siapa saja yang ada di bumi niscaya Allah juga akan memberikan kasih sayangNya kepadamu).
Pasangan hidup terbaik adalah pasangan yang saling berbagi cinta dan kasih sayang. Anak terbaik adalah mereka yang mendoakan kedua orangtuanya agar diberikan kasih sayang. Masyarakat terbaik adalah yang saling sayang menyayangi. Bahkan, misi diutusnya nabi Muhammad SAW juga untuk menebar kasih sayang. Allah berfirman:
Wa maa arsalnaaka illaa rahmatal lil 'aalamin. (Dan Aku tidak mengutusmu kecuali agar menebar kasih sayang bagi seluruh alam).
Apa tugas pokok kita?
Allah menegaskan:
iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin
Tugas pokok kita sebagai manusia adalah untuk semata-mata beribadah mengabdikan diri kepada Allah SWT dan hanya kepadaNya kita memohon pertolongan. Hal ini senada dengan firman Allah: wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa liya'buduun (dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah atau mengabdikan diri kepada Sang Pencipta ).
Selanjutnya, tidaklah mungkin bagi seorang yang telah memiliki kesadaran bahwa Allah satu-satunya sesembahan yang menciptakan, merawat, melindungi, mencukupi, dan mematikan kemudian memohon pertolongan kepada selainNya.
Bagaimana cara melaksanakan tugas pokok kita?
Allah berfirman:
ihdinash shiraathal mustaqiim
Yaitu dengan cara mengikuti jalan yang lurus. Jalan hidup yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan diteruskan oleh para khulafaaur rasyidiin, ulama, dan juga guru-guru kita.
Allah yang mencipta, memelihara, dan menguasai alam semesta. Tentu, aturan dan jalan Allah jualah yang cocok dan tepat untuk kita jadikan panutan agar hidup selalu dalam kebaikan dan kebahagiaan.
Apa konsekuensi terkait pelaksanaan tugas pokok kita?
Allah membagi manusia menjadi tiga golongan sebagai konsekuensi atas sikap manusia terhadap tugas pokoknya.
Shirootol ladziina an'amta 'alaihim ghairil maghdzuubi 'alaihim wa ladhdhoolliin
Bagi orang yang mengakui bahwa dirinya adalah ciptaan Allah dan akan kembali kepadaNya, menyadari bahwa dirinya berada dalam genggaman kasih sayang Allah kemudian mau berkasih sayang kepada sesama, beribadah dan mohon pertolongan hanya kepada Allah semata, dan selalu mengikuti jalan yang lurus maka baginya akan mendapatkan kenikmatan di dunia dan akherat. Sebaliknya, bagi orang yang mengabaikan hal tersebut, maka dirinya akan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang dimurkai atau orang-orang yang tersesat.
Dengan memahami firman Allah dalam QS. Al Fatihah ini, semoga kita menjadi pribadi yang sadar diri, sadar posisi, dan sadar fungsi. Dengan demikian, kita lebih mudah untuk mengenal Allah dan beribadah mengabdikan diri kepadaNya.
Disampaikan pada khutbah jumat, 25 September 2020 di Masjid Muniroh, Joho, Mojolaban, Sukoharjo.