Minggu, 27 September 2020

MENGENAL JATI DIRI DENGAN MENYELAMI SAMUDRA AL FATIHAH

Taqwa merupakan sebuah perwujudan dari pengabdian diri kepada Tuhan. Seseorang yang mengakui bahwa dirinya sebatas hamba ciptaan Allah yang wajib mengabdikan diri kepada-Nya secara totalitas maka ia akan patuh, tunduk, dan taat melaksanakan apa saja yang diperintahkan Allah kepadanya serta menjauhi apa saja yang dilarang.

Totalitas dalam mengabdikan diri kepada Sang Kholiq dapat dilakukan manakala seseorang itu telah mampu mengenal siapa Tuhannya. Dan untuk mengenal Tuhan, ia harus mengenal siapa dirinya. Ada sebuah postulat yang cukup terkenal dalam pemikiran Islam:

"man 'arafa nafsahu faqad 'arafa rabbahu"(Barangsiapa yang mengenal dirinya maka ia telah mengenal Tuhannya). 

Bagaimana cara mengenal diri kita? Ada lima pertanyaan mendasar untuk mengenali jati diri kita, yaitu:

Siapa diri kita?

Di mana diri kita?

Apa tugas pokok kita?

Bagaimana cara melaksanakan tugas pokok kita?

Apa konsekuensi terkait pelaksanaan tugas pokok kita?

Apabila kita telah mampu menemukan jawaban dari kelima pertanyaan tersebut, maka kita akan memiliki kesadaran kooperatif (sadar diri, sadar posisi, dan sadar fungsi).

Kelima pertanyaan tersebut dapat ditemukan jawabannya di Al Quran sebagai hudan lin naas. Tepatnya, terdapat pada surat Al Fatihah. Surat yang ringkas namun mencakup dan mewakili seluruh nilai-nilai pokok yang ada dalam Al Quran.

Siapa diri kita?

Allah menjelaskan: 

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillaahi rabbil 'aalamiin.

Islam mengajarkan agar memulai setiap pekerjaan dengan bismillah dan mengakhirinya dengan alhamdulillah. Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa bagi manusia ada hukum awal dan hukum akhir. Setiap yang berawal pasti akan berakhir. Setiap yang berakhir adalah akibat dari adanya awal. 

Manusia berawal dari Allah, menghuni bumi Allah, dan akan berakhir kembali kepada Allah. Manusia dicipta dari tanah, berjalan di atas tanah, dan akan kembali menjadi tanah. 

Ketika seseorang telah dimasukkan ke kubur maka keluarga yang mencintainya, sahabat yang setia, harta yang dimiliki, semua meninggalkan dirinya. Hanya lembaran kain putih yang membersamai. Bahkan, seiring berjalannya waktu, kain kafan, kulit, daging, sumsum, semua akan hancur dimakan cacing tanah. Tinggal tulang belulang yang tidak berharga. Maka, Rasulullah SAW menegaskan: 

Innallaaha laa yandhuruu ilaa shuwaarikum wa laa ajsaamikum, walaakin yandhuruu ilaa quluubikum wa a'maalikum (Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan fisikmu tetapi Allah melihat hati dan amalmu).

Kita adalah ciptaan Allah yang dilahirkan ke dunia dalam kondisi telanjang, lemah tak berdaya, dan akan kembali kepada Allah dengan meninggalkan dunia yang pernah membersamainya.

Di mana diri kita?

Allah menjelaskan:

Arrahmanirrahiim. Maaliki yaumiddiin.

Kita berada dalam genggaman kasih sayang Allah. Tanpa kasih sayang Allah bagaimana mungkin kita bisa menghirup udara segar, memandang hijaunya hamparan padi di persawahan, dan menatap langit yang berhiaskan bulan dan bintang.

Mari kita bersyukur atas kasih sayang Allah ini dengan berupaya menebarkan kasih sayang kepada sesama makhluk Allah. Rasulullah SAW bersabda:

Irhamuu man fil ardhi, yarhamukum man fissamaa i. (Sayangilah siapa saja yang ada di bumi niscaya Allah juga akan memberikan kasih sayangNya kepadamu).

Pasangan hidup terbaik adalah pasangan yang saling berbagi cinta dan kasih sayang. Anak terbaik adalah mereka yang mendoakan kedua orangtuanya agar diberikan kasih sayang. Masyarakat terbaik adalah yang saling sayang menyayangi. Bahkan, misi diutusnya nabi Muhammad SAW juga untuk menebar kasih sayang. Allah berfirman:

Wa maa arsalnaaka illaa rahmatal lil 'aalamin. (Dan Aku tidak mengutusmu kecuali agar menebar kasih sayang bagi seluruh alam).

Apa tugas pokok kita?

Allah menegaskan:

iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin

Tugas pokok kita sebagai manusia adalah untuk semata-mata beribadah mengabdikan diri kepada Allah SWT dan hanya kepadaNya kita memohon pertolongan. Hal ini senada dengan firman Allah: wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa liya'buduun (dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah atau mengabdikan diri kepada Sang Pencipta ).

Selanjutnya, tidaklah mungkin bagi seorang yang telah memiliki kesadaran bahwa Allah satu-satunya sesembahan yang menciptakan, merawat, melindungi, mencukupi, dan mematikan kemudian memohon pertolongan kepada selainNya.

Bagaimana cara melaksanakan tugas pokok kita?

Allah berfirman:

ihdinash shiraathal mustaqiim

Yaitu dengan cara mengikuti jalan yang lurus. Jalan hidup yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan diteruskan oleh para khulafaaur rasyidiin, ulama, dan juga guru-guru kita.

Allah yang mencipta, memelihara, dan menguasai alam semesta. Tentu, aturan dan jalan Allah jualah yang cocok dan tepat untuk kita jadikan panutan agar hidup selalu dalam kebaikan dan kebahagiaan.

Apa konsekuensi terkait pelaksanaan tugas pokok kita?

Allah membagi manusia menjadi tiga golongan sebagai konsekuensi atas sikap manusia terhadap tugas pokoknya.

Shirootol ladziina an'amta 'alaihim ghairil maghdzuubi 'alaihim wa ladhdhoolliin

Bagi orang yang mengakui bahwa dirinya adalah ciptaan Allah dan akan kembali kepadaNya, menyadari bahwa dirinya berada dalam genggaman kasih sayang Allah kemudian mau berkasih sayang kepada sesama, beribadah dan mohon pertolongan hanya kepada Allah semata, dan selalu mengikuti jalan yang lurus maka baginya akan mendapatkan kenikmatan di dunia dan akherat. Sebaliknya, bagi orang yang mengabaikan hal tersebut, maka dirinya akan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang dimurkai atau orang-orang yang tersesat.

Dengan memahami firman Allah dalam QS. Al Fatihah ini, semoga kita menjadi pribadi yang sadar diri, sadar posisi, dan sadar fungsi. Dengan demikian, kita lebih mudah untuk mengenal Allah dan beribadah mengabdikan diri kepadaNya.


Disampaikan pada khutbah jumat, 25 September 2020 di Masjid Muniroh, Joho, Mojolaban, Sukoharjo.

Rabu, 16 September 2020

DOA TERTINGGAL, KEBAHAGIAAN TERPENGGAL

(Oleh: Muhammad Rosid Ridho)

Sore hari yang begitu cerah. Nampak sedikit awan menghiasi langit yang biru. Angin berhembus ringan, menambah pesona alam kawasan Sukoharjo Makmur. 

Sukoharjo memang memiliki keindahan alam dan tata kota yang cukup memukau. Di pusat perkotaan, terkhusus di kawasan Sukoharjo kota dan solo baru, berderet gedung megah yang menjulang dengan taman-tamannya yang indah. Tak terlewatkan, lampu-lampu cantik di sepanjang jalan dan di sela-sela gedung yang tertata rapi menambah kemolekan wajah kawasan ini. Di beberapa tempat masih terhampar area persawahan yang menghijau dengan tanaman padi. Pertanian di daerah Sukoharjo sangat didukung dengan banyaknya lahan persawahan yang subur. Walaupun, di beberapa titik, lahan persawahan mulai menyempit. Beberapa sudah disulap menjadi komplek perumahan seiring dengan banyaknya masyarakat yang membutuhkan rumah tinggal. 

Keindahan alam juga nampak jelas di beberapa kawasan daerah pinggiran, khususnya di wilayah bagian selatan. Kawasan Sukoharjo bagian selatan, banyak ditemui pegunungan yang begitu memanjakan mata. Beberapa gunung sudah mulai dikelola oleh masyarakat sebagai obyek wisata pendakian. Beberapa obyek wisata di daerah ini antara lain batu seribu, gunung sepikul, pelataran ombo, watu giring, dll.

Sore ini, pak Totok bersama istri dan ketiga anaknya memutuskan untuk jalan-jalan sore dengan mengendarai mobil Grand Livina warna putih keluaran tahun 2015. Sesaat setelah melakukan persiapan ringan, mereka segera masuk ke mobil dan mobil pun dijalankan. Pak Totok menyetir dengan santai sambil menikmati perjalanan. Begitu pula Istri dan anak-anak juga nampak riang dalam canda dan tawa, bahkan sesekali bisa tertawa lepas.

Setelah mereka mampir di toko baju untuk membeli beberapa potong kaos dan celana untuk anak-anak,  mobil kembali jalan dan kemudian berhenti di Taman  Pakujoyo. Sebuah taman bermain yang berada di tengah kota kabupaten Sukoharjo. Taman ini nampak ramai dengan banyaknya pengunjung dan para pedagang. Sebelumnya, tempat ini pernah ditutup untuk menghindari penyebaran virus covid-19.

Tak dinyana-nyana, di taman ini, Aldi, anak bungsu pak Totok yang baru berumur dua tahun terjatuh dan menangis. Sebenarnya luka memar tidak seberapa. Tapi, dengan kejadian itu Bu Lana, istri pak Totok, tiba-tiba marah-marah. Kata-kataya cukup pedas di telinga suami. 

"Papa itu ndak tanggung jawab." 

"Ndak tanggung jawab gimana ma?"

"Ngajak jalan-jalan kok gak mau ngurusin anak. Tuh, Aldi sampai jatuh." 

"Biasa ma, namanya juga anak-anak."

Biasa gimana? sudah, pulang saja. Titik"

Bagai petir menyambar-nyambar di siang bolong. Kebahagiaan, keceriaan, dan kehangatan cinta kasih tiba-tiba lenyap dalam sekejap. Mereka pun pulang dengan saling memendam amarah. Tidak ada lagi canda tawa bahkan walau sekedar tegur sapa. 

Sesampai di rumah, pak Totok merenung. Mengapa acara jalan-jalan yang sebenarnya untuk membangun keceriaan dan keharmonisan keluarga tiba-tiba menjadi bencana? Kenapa hal sepele begini bisa menyulut percekcokan yang luar biasa?

"Astaghfirullah, bukan kah aku tadi belum berdoa?" Pak Totok terperanjat kaget tatkala dirinya teringat bahwa ia bersama keluarga belum membaca doa sewaktu akan berangkat untuk keluar rumah. Ia teringat dengan sebuah hadits yang artinya: 

”Apabila seseorang keluar dari rumahnya kemudian dia membaca doa bismillahi tawakkaltu 'alallahi laa haula wa laa quwwata ilaa billahi, maka disampaikan kepadanya: ‘Kamu diberi petunjuk, kamu dicukupi kebutuhannya, dan kamu dilindungi.’ Seketika itu setan-setan pun menjauh darinya. Lalu salah satu setan berkata kepada temannya, 'Bagaimana mungkin kalian bisa mengganggu orang yang telah diberi petunjuk, dicukupi, dan dilindungi." (HR. Abu Daud).

Pak Totok baru menyadari bahwa setan telah menggoda hati mereka berdua agar terjadi percekcokan. Malam harinya, pak Totok mencoba mendekati istrinya yang masih menyimpan amarah itu dengan mencoba berbicara pelan-pelan. Ia jelaskan bahwa setan telah berhasil menggoda hati mereka berdua disebabkan mereka lupa tidak membaca doa. Mendengar hal itu, Bu Lana kaget dan segera beristighfar atas kekhilafannya menuruti bisikan setan. 

Mereka berdua akhirnya saling bermaaf-maafan. Mereka tidak sudi diperdaya oleh setan untuk saling membenci. Sebaliknya, keduanya berupaya untuk menggapai rahmat Allah dengan menjalin cinta kasih di antara mereka.

"Obat Anti Galau" ala keluarga pak Abdullah

(Oleh: M. Rosid Ridho)

Yuk, belajar tawakkal.....

Tiada terasa, sudah cukup lama Pak Abdullah menjalani suka duka dalam membangun keluarga bersama istrinya, Bu Sholeha. Kehidupan yang dijalaninya jauh dari sifat gelamor. Sesekali mereka harus berfikir keras dalam urusan keuangan. Misalkan, ketika dompet mulai menipis di pertengahan bulan atau kebutuhan mendadak di kala tidak ada dana cadangan. Maklum, keluarga baru memang sarat dengan kondisi keuangan yang belum mapan. 

Persoalan-persoalan seperti ini biasanya sering memicu perselisihan dalam keluarga muda. Tidak terkecuali, demikian halnya juga terjadi pada keluarga pak Abdullah. Beberapa kali ucapan nada keras terlontar dalam musyawarah keuangan keluarga. Biasanya ketegangan akan mengendor tatkala keduanya kembali mengingat bahwa nikmat Allah yang telah diterimanya jauh lebih banyak dibanding ujian hidup yang sedang dijalaninya. Allah telah memberikan kesehatan, kesempatan hidup untuk bekerja dan beribadah, pasangan hidup yang setia, anak-anak yang menyejukkan, kemudahan dalam pekerjaan, kemudahan dalam membangun rumah, dll. Allah telah memberikan sekian banyak nikmat baik yang diminta maupun yang tidak diminta. Kesadaran semacam ini membuat keluarga pak Abdullah kembali bersyukur dan mengingat Allah Yang memiliki sebutan Ar Razaq. 

Pak Abdullah adalah sosok lelaki yang mempunyai prinsip bahwa setiap persoalan hidup itu pasti ada jalan keluarnya. Inna ma'al 'usyri yusyra. Allah pasti akan mendatangkan solusi terbaik tatkala seseorang yakin dengan pertolongan Allah, berikhtiar untuk menjadi pribadi yang layak untuk mendapatkan pertolongan Allah, dan menyerahkan urusannya kepada Allah. 

Pada awalnya, bu Sholeha tidak begitu yakin dengan teori-teori yang disampaikan suaminya terkait bagaimana sikap terbaik tatkala terbentur dengan persoalan hidup. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, pengalaman hiduplah yang memantabkan hati bu Sholeha untuk mengamini prinsip hidup sang suami.

Pak Abdullah memiliki sumber keuangan andalan yang sifatnya tahunan. Anggap saja bonus tahunan dari tempat ia bekerja. Uang ini biasanya untuk anggaran yang sifatnya tahunan juga, seperti pajak kendaraan, biaya sekolah, dan lain-lain. 

Pada tahun ini, sudah saatnya pak Abdullah membayar pajak mobil sederhananya sekaligus ganti plat nomor kendaraan. Dilalahnya, anggaran yang sudah digadang-gadang untuk biaya tersebut telah kesabet untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak. 

Pak Abdullah tetap tenang, meskipun waktu terus berjalan. Ikhtiar, ia jalani dengan mencoba menjalankan usaha sampingan, yaitu sebagai marketing penjualan tanah milik temannya. Tak perlu malu, hidup memang kudu doyan kerja meskipun rizki itu kehendak Allah. Sebab, kerja itu bagian dari ibadah. Cara mensyukuri potensi diri adalah dengan menggunakannya untuk hal-hal yang produktif. Hidup itu harus punya manfaat. Biarlah Allah yang memilihkan hadiah terindah bagi hambaNya yang mau berusaha menjadikan dirinya layak dalam pandanganNya. 

Demikian pula bu Sholeha tetap yakin bahwa Allah pasti akan memberi jalan keluar pada waktu yang terbaik dan dengan cara yang terbaik pula. Keteguhan hati ini terbangun sebab sudah sekian kali mereka mendapatkan jalan keluar dari arah yang tak terduga di saat persoalan hidup susah terurai.

Allahu Akbar, benarlah janji Allah. di saat sudah hampir jatuh tempo bayar pajak, Allah memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Pak Abdullah berhasil membantu temannya dalam menjual sepetak tanah. Dari jasa itu, ia diberi sejumlah uang fee. Uang fee inilah yang akhirnya digunakan untuk membayar pajak kendaraannya.

Peristiwa ini semakin membuat keluarga pak Abdullah yakin dengan kekuatan taqwa dan tawakkal kepada Allah. Sebagaimana Allah menegaskan dalam Al Quran: "man yattaqillaha yaj'allahu makhraja wa yarzuqhu min haitsu laa yahtashib wa man yatawakkal 'alallahi fahuwa hasbuh". Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan solusi terhadap setiap persoalan yang dihadapinya dan memberikan  kepadanya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal/menyerahkan urusannya kepada Allah niscaya Allah memberi kecukupan kepadanya.

Taqwa itu ditempuh dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarangNya. Sedangkan tawakkal tidak dimaknai hanya dengan berpangku tangan. Namun, menyerahkan urusannya kepada Allah setelah ia berikhtiar/berusaha dengan sungguh-sungguh. Firman Allah: "innallaha laa yughayyiru maa biqaumin hattaa yughayyiruu maa bi anfusihim". Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka mau mengadakan perubahan pada diri mereka sendiri.

Semoga keluarga ini diberikan istiqamah dalam menjalani kehidupan dengan mengedapankan taqwa dan tawakkal kepada Allah SWT.

DETEKTOR IMAN

(Oleh: Muhammad Rosid Ridho)

Sang surya mulai sembunyikan wajahnya di balik punggung Merapi. seiring cahaya langit mulai meredup. Penerangan jalan mulai dinyalakan. Sebuah masjid sederhana di dusun Joho, sebuah desa kecil di kab. Sukoharjo nampak terang benderang dengan lampu penerangan. Tiada lama kemudian, Berkumandanglah adzan maghrib dari pengeras suara yang dipasang di atas menara masjid setinggi 30 meter. Lantunan adzan juga terdengar bersahut-sahutan dari berbagai penjuru. 

Berduyun-duyun jama'ah mendatangi masjid tersebut untuk melaksanakan shalat. Beberapa di antaranya datang dengan jalan kaki. Sebagian yang lain, mengendarai sepeda motor atau sepeda onthel. Dewasa, remaja, anak-anak, laki-laki maupun perempuan nampak mantap melangkahkan kaki memasuki rumah Allah. 

Sebagian dari mereka bahkan hampir tidak pernah absen dalam salat jama'ah lima waktu. Masih tersimpan kuat dalam ingatan, beberapa dari mereka tetap berupaya untuk hadir di masjid meski harus membawa payung atau mantol ketika sedang hujan lebat. 

Sebuah pemandangan yang menyejukkan dan menggetarkan hati. Sungguh beruntung bisa berdampingan bersama warga masyarakat religius seperti ini. 

Namun. "Eh, ada namunnya". Namun, di satu sisi, hingga salat jama'ah maghrib telah selesai dilaksanakan, ada juga sebagian warga masyarakat yang masih terlihat santai asyik mengobrol di depan teras rumah bersama keluarga atau tetangga. Ada juga orang yang masih tenang bekerja menyelesaikan pekerjaannya.

Mengapa fenomena sosial semacam ini bisa terjadi? Mengapa sebagian umat islam begitu antusias mendatangi masjid ketika dikumandangkan adzan? Mengapa juga sebagian lainnya nampak cuek dengan panggilan adzan? 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, alangkah baiknya jika kita menilik sabda Rasulullah SAW yang artinya "Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika daging itu baik maka baiklah seluruh anggota tubuh. Jika daging iti buruk maka buruklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah Qolbu (hati)".

Ternyata, unsur terpenting dalam mewujudkan sebuah perilaku/perbuatan/sikap bukan akal namun "qalbu" atau hati. akal berfungsi menganalisis informasi yang diserap oleh indra sehingga menghasilkan pemahaman tentang baik, buruk, untung, rugi, wajib, sunnah, mubah, makruh, haram, dll. Sedangkan hati yang memberikan keputusan apakah perbuatan itu akan dilakukan atau tidak dilakukan. Jika hati telah memutuskan untuk melakukan shalat, maka otomatis kaki berdiri menopang badan, tangan berayun mengangkat tangan, dan mulut berucap takbir. Namun, jika hati memutuskan untuk meninggalkan shalat maka hal tersebut tidak akan terjadi meskipun ia memahami bahwa shalat itu baik dan wajib.

Hati yang dipenuhi dengan iman, akan menggerakkan anggota tubuh untuk mentaati perintah Allah SWT dengan memperbanyak amal sholih. Sebaliknya, hati yang kering dari iman, akan mendorong anggota tubuh untuk melakukan kemaksiatan dalam bentuk meninggalkan ibadah dan menuruti hawa nafsu.

Panggilan adzan sejatinya dapat dijadikan alat ukur keimanan bagi diri pribadi masing-masing. Apakah diri ini sedang full keimanannya sehingga tergerak untuk mendatangi panggilan adzan. Atau kah, diri ini sedang low iman sebab berkali-kali mendengar panggilan adzan namun bersikap abai dan memilih menuruti hawa nafsu untuk kepentingan duniawi yang sejatinya adalah semu.

Semoga Allah SWT senantiasa menjaga hati kita sebagai qalbun salim. Hati yang selamat. Hati yang bersih. Hati yang senantiasa dipenuhi dengan iman. Hati yang senantiasa mendorong diri untuk melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah SWT baik dalam menjaga salat fardhu berjama'ah maupun amalan shalih lainnya. Aamiiin.

Senin, 06 April 2020

Mengelola Pembelajaran Online Sederhana



Assalamu 'alaikum kawan-kawan. Kali ini saya akan mencoba berbagi pengalaman walaupun sepele namun semoga bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Di tengah pandemi cobud 19 ini, sekolah tidak boleh mengadakan pembelajaran dengan mengumpulkan peserta didik secara fisik. Sebab pengumpulan masa dalam jumlah yang banyak berpotensi terjadinya penyebaran virus ini.

Solusinya, pembelajaran harus dialihkan ke pembelajaran berbasis online. Lantas bagaimanakah cara mengelola pembelajaran online yang mudah dilakukan oleh semua kalangan guru dan terakses oleh semua peserta didik?

Saya tawarkan pembelajaran berbasis Group Whatsapp dan penilaian berbasis Google Formulir.

Langkah yang bisa dilakukan adalah:

1. Buatlah Group mapel per kelas di whatsapp. Undang peserta didik untuk masuk di group tersebut.

2. Jika peserta didik telah bergabung di group, mulailah untuk share materi di group dengan mengcopy-paste tautan materi dari youtube atau web yang sesuai dengan Kompetensi Dasar yang akan kita sampaikan.

3. Mintalah peserta didik untuk menyimak dan memahami materi. Jika ada hal yang kurang dipahami ajaklah mereka untuk mendiskusikan di group tersebut.

4. Untuk penilaian, mintalah peserta didik untuk mengerjakan soal online yang kita buat dengan google formulir. Cara pembuatan soal online dapat dipelajari dengan KLIK tautan berikut ini https://youtu.be/O-KfegZlOL4

Kamis, 19 Maret 2020

Sosialisasi Fatwa MUI tentang Corona oleh Dr. Adi Hidayat, Lc, MA


Mohon maaf, dengan banyaknya pendapat yang muncul terkait ibadah disaat terjadi virus corona saat ini sempat menjadikan kita bingung untuk bersikap. Kita perlu pemahaman yang komprehensif dari sumber yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan beramai-ramai membuat fatwa sendiri padahal tidak punya kemampuan secara keilmuan. Monggo kita simak penjelasan dari Dr. Adi Hidayat, Lc, MA terkait keputusan fatwa MUI berikut ini.

Selasa, 17 Maret 2020

HIDUP ITU UJIAN


Hari ini badan, pikiran, dan perasaan terasa lelah dan letih. Setelah berbagai upaya dan langkah perjuangan dilalui. Entah sudah berapa kali pertemuan, audiensi dan lobi yang telah dilalui. Sudah tak terhitung lagi.

Sebuah perjuangan untuk sekedar memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan sertifikat pendidik sebagai instrumen legal formal untuk diakui sebagai pendidik yang profesional dengan segala konsekuensi yang mengikutinya. Tenaga, pikiran, dan waktu begitu banyak yang telah dicurahkan. Memang mengubah tatanan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebuah tatanan yang kurang mapan dan berkeadilan.

Di saat kritis sepeti ini, Allah menyadarkan bahwa ini adalah ujian. Ujian bagi hambaNya yang dinilai memiliki kemampuan. Sebab, Allah tidak akan menguji hambaNya diluar batas kemampuan.

Hidup ini memang selalu dihadapkan dengan ujian-ujian. Anak sekolah dihadapkan dengan beragam ujian (UH/PH, UTS, UAS/PAS, US/USBN, UN/UNBK) untuk mengukur hasil belajar peserta didik setelah melakukan proses kegiatan pembelajaran dalam rentang waktu tertentu. Calon mahasiswa diuji terlebih dahulu sebelum dinyatakan sebagai mahasiswa di suatu perguruan tinggi.

Mahasiswa pada semester akhir diuji kompetensinya melalui ujian skripsi/tesis/disertasi oleh sejumlah dosen sebelum dinyatakan lulua dan mendapat gelar sarjana/magister/doktor. Seorang pelamar kerja akan melalui bermacam tahapan ujian untuk mengetahui layak/tidak layak ia menduduki posisi tertentu dalam sebuah pekerjaan.

Lantas, siapakah yang tidak melewati ujian? Jawabnya tidak ada. Sebab, hidup adalah ujian. Yah, ujian keimanan. Siapapun yang hidup di dunia ini pada hakekatnya sedang diuji keimanannya.

Dengan adanya berbagai kesulitan dan godaan hidup, kita diuji agar diketahui seberapa besar usaha kita untuk menjaga keimanan ini. Pun demikian, dengan adanya perintah dan larangan dari Allah.

Mengingat peran hidup di dunia sebagai moment ujian, maka tentu sifatnya tidaklah abadi, bahkan sangat singkat. Meskipun demikian, hasil dari ujian kehidupan di dunia ini sangat menentukan kehidupan di akherat yang abadi.

Mari kita selesaikan ujian ini dengan sebaik-baiknya. Semoga pada saatnya nanti kita bisa khusnul khotimah, pertanda dimulainya kehidupan yang bahagia di alam haqiqi nan abadi.

17 Maret 2020
Kang Rosyid

Menguatkan ikatan batin anak didik dengan orangtuanya


Orangtua merupakan sosok yang paling berjasa dalam kehidupan kita. Keberhasilan seseorang dalam bidang apapun, tidak akan terlepas dari peran dan jasa orangtua.

Ketulusan cinta kasih ibu kepada anak dibuktikan dengan kesabaran dan kegigihan dalam mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, dan mendidik anak-anaknya. Ketulusan cinta kasih ayah ditunjukkan dengan kerja keras beliau dalam mencari nafkah, mendidik, serta memberikan keteladanan.

Begitu besar kasih sayang dan pengorbanan orangtua kepada anak-anaknya. Wajar, jika Allah memerintahkan bani adam agar berbakti kepada kedua orangtua. Agar menghormati kedua orangtua. Agar berperilaku baik kepada keduanya.

Banyak keistimewaan yang Allah berikan kepada orangtua. Allah begitu memuliakan mereka hingga Rasulullah SAW menegaskan "surga itu berada di telapak kaki Ibu". Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah, dijelaskan bahwa ada tiga macam doa yang akan dikabulkan dan tidak ada keraguan di dalamnya. Salah satunya adalah doa orangtua kepada anaknya.

Subhanallah. Sebuah kabar gembira. Tetapi kita juga perlu berhati-hati. Sebab, doa orangtua yang pasti akan dikabulkan oleh Allah tersebut tidak terbatas pada doa yang baik-baik saja. Bahkan doa yang buruk pun bisa dikabulkan oleh Allah. Astaghfirullahal 'adzim.

Keridhoan Allah tergantung pada keridhoan orangtua. Kemurkaan Allah terletak pada kemurkaan orangtua. Hadits ini memberi kita rambu-rambu agar tidak menjadi anak yang dibenci, dimurkai, atau dikata-katai orangtua dengan perkataan yang buruk. Sebab, hal ini menjadi penyebab Allah murka kepada kita.

Sebaliknya marilah kita berusaha menjadi anak yang selalu dihati orangtua dalam bingkai cinta kasih. Menjadi anak yang memiliki ikatan batin yang kuat dengan orangtua. Menjadi anak yang selalu dibanggakan olehnya. Menjadi anak yang namanya selalu disebut-sebut dalam doa orangtua di sepertiga malam. Ketika orangtua bermunajat kepada Sang Khaliq untuk kebaikan anak-anaknya. Hingga deraian air mata membasahi tempat sujudnya.

Dalam konteks kegiatan pembelajaran. Anak didik perlu dilatih agar terbiasa menghargai jasa orangtua. Agar tahu cara menguatkan ikatan batin dengan orangtua.

Strategi yang bisa dilakukan adalah:
1. Meminta anak menceritakan dalam bentuk tulisan narasi tentang bagaimana orangtua memberikan kasih sayang dan pengorbanan kepadanya.

2. Tulisan minimal 2 halaman.

3. Anak didik diberi kesempatan untuk membacakan tulisan tersebut di depan teman-temannya sebagai upaya berbagi kisah inspiratif.

4. Anak didik diminta untuk menyampaikan tulisan mereka itu kepada orangtua masing-masing.

5. Anak diminta menyampaikan kepada orangtua " Bp/Ibu, tulisan ini adalah ungkapan kata hati yang saya tulis dengan tulus. Tolong dibaca ya pak/bu.."

6. Setelah orangtua membaca tulisan itu, mungkin mereka akan menangis bahagia dan terharu. Maka anak didik diminta untuk memohon maaf atas segala kesalahan yang pernah dibuat. Dan mohon doa untuk kebaikan masa depannya.

7. Orangtua membubuhkan tanda tangan di bawah tulisan sebagai bukti bahwa orangtua sudah benar-benar membacanya.

Semoga dengan strategi ini, pembelajaran PAI kelas 8 kurikulum 2013 (revisi 2017) "BAB 9 : Hormat dan Patuh kepada kedua orangtua dan Guru" menjadi lebih bermakna.

Semangat dalam berbagi inspirasi.

MAU UNTUK MAMPU LITERASI


Malu jadi sarjana masih berkutat pada aktifitas copy paste, Like, and share (Johan Wahyudi, 2018). Sindiran yang tajam dan menghujam dalam-dalam ini disampaikan beliau dalam kegiatan Pelatihan Penulisan Buku Ajar dan Populer di Graha Solo Raya tanggal 17-18 Maret 2018.

Seringkali yang masih menjadi momok bagi guru maupun dosen adalah munculnya kebiasaan yang dilakukan oleh murid, mahasiswa, bahkan mantan murid dan mantan mahasiswa yang memilih copy paste pemikiran orang lain karena tidak mau berupaya untuk memunculkan ide-ide cemerlangnya. Maunya cari yang instan saja. Padahal, perilaku seperti ini jika dipelihara terus menerus dapat mendatangkan dampak buruk yang fatal bagi diri sendiri.

Potensi besar yang dimiliki oleh seseorang menjadi terbelenggu karena memilih memposisikan dirinya pada status stagnant dalam berfikir.

Kecenderungan yang muncul adalah kebiasaan sekedar melakukan aktifitas baca tanpa menelaah, menganalisis, dan membuat kesimpulan. Bahkan lebih parah lagi, pada level akut, ia akan dengan mudahnya menshare apapun yang ia dapatkan tanpa membacanya. Akibatnya kita mati dalam berkarya. Bahkan, terjebak dalam informasi-informasi hoax.

Padahal, setiap orang memiliki kemampuan untuk berkembang dan memberikan nilai manfaat bagi orang banyak. Nilai manfaat yang dapat dinikmati tanpa dibatasi ruang dan waktu adalah dengan menyuguhkan tulisan yang mencerahkan.

Mari kawan-kawan kita telateni dalam menulis. Apapun itu ysng kita tulis. Seperti apapun tulisan kita. Tetaplah bangga dengan hasil goresan tangan sendiri, meskipun masih jauh dengan tulisan para senior kita. Semua selalu melalaui tahapan dan proses.

Semoga kita bisa istiqamah dalam melahirkan karya-karya tulisan yang mencerahkan.

Senin, 16 Maret 2020

TIDAK PERLU TAKUT DENGAN KEMATIAN


Kematian yang menakutkan adalah ajal datang tatkala diri sedang berbuat maksiat. Sebaliknya kematian terasa indah manakala ajal menjemput di saat diri sedang beribadah.
Kapan ajal menjemput? bisa jadi hari ini, besok, lusa, bulan depan, tahun depan, atau bahkan satu menit yang akan datang. Hanya Allah yang tahu kapan ajal kita menjemput.
Maka mari kita bersikap bijak dengan mengisi sisa usia ini dengan memperbanyak ibadah dan amal sholih, menjadikan setiap energi yang keluar dari diri kita bernilai ibadah, menjauhkan diri dari segala bentuk perilaku dosa, mengikis endapan-endapan dosa dengan istighfar kepada-Nya.
Semoga kelak kita dapat menutup usia dengan husnul khotimah. Berikut beberapa video yang dapat dilihat sebagai muhasabah diri .

https://www.facebook.com/vanabambotak/videos/597952757678309/UzpfSTE2ODA5NTY1NjA6MTAyMTQxMzQ4NjQ1NjA1Mzc/